Minggu, 17 Maret 2013

Kadang Saya Tak Mengenal Aku

(fiksi - Diceritakan kembali tidak persis sama dengan kisah sebenarnya)

Namaku Sandra, karyawati sebuah perusahaan periklanan di Jakarta. Hari itu saya terburu-buru turun dari taxi di terminal keberangkatan bandara Soetta. Setelah membayar ongkos taxi, bergegas saya menuju meja chek-in di dalam bandara. Sebelumnya saya sempat membeli sebotol minuman dingin dan sebungkus biskuit yang dijual di dekat pintu masuk.
Oh, syukurlah ternyata saya belum terlambat, pesawat yang akan mengantarkanku ke kota tujuan akan berangkat satu jam lagi, saya melihatnya di layar monitor di pojok ruang tunggu. Karena tidak ada teman mengobrol, saya lebih memilih membaca majalah fashion yang memang sengaja saya bawa untuk dibaca selama dalam perjalanan.
Sambil mengemil biskuit, hampir sembilan halaman sudah saya baca. Namun tiba-tiba saya dikejutkan oleh seorang pria yang duduk di sebelah. Pria ini sudah tua, seumuran ayah saya. Kulihat tiket yang dipegangnya berbeda maskapai dengan tiket saya. Sambil tersenyum, lelaki itu mengambil biskuit yang memang terletak di bangku di antaraku dan pria itu. Tanpa rasa bersalah ia ikut memakannya. Satu, dua, tiga dan terus. Sayapun hanya tersenyum memaklumi kelakuan pria yang sudah tua itu.
Namun yang membuat jengkel adalah ketika tinggal potongan terakhir biskuit, saya meliriknya, “Apakah orang ini juga akan mengambilnya?” fikirku dalam hati. Dan ternyata benar, dengan muka tanpa dosa ia mengambil potongan biskuit terakhir lalu menawarkan kepada saya, “Mau belahan bagi dua mbak?” katanya. Dengan santun saya mempersilakan orang itu menghabiskan semua.

Dan akhirnya, panggilan untuk penumpang agar memasuki pesawat. Aku segera berjalan, masuk ke pesawat, kemudian mencari nomor bangku sesuai yang tertera di tiketku. Setelah menemukannya, aku segera meletakkan tas tenteng saya di tempat bagasi di atas bangku penumpang. Namun saya teringat akan mengambil music player untuk menemani saya. Ketika kubuka tas dan memasukkan tangan saya mencari-cari music player, tanganku malah menemukan bungkusan plastik. Dan saat kutarik keluar, ternyata itu adalah biskuit yang saya beli sebelum chek-in tadi. Astaghfirullah, berarti biskuit yang tadi..... saya hanya berharap orang itu mengikhlaskan biskuit yang telah salah saya makan.


# Ya, begitulah kita. Selalu merasa paling benar dan orang lain selalu salah. terkadang kita lebih sering mencari pembenaran daripada kebenaran. Diri kita hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa. Orang lainpun begitu. jadi jangan pernah menghakimi dan menghukumi kesalahan orang lain tanpa melakukannya pada diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda

Teman Anda Juga Membaca: