Sabtu, 29 Agustus 2009

Hidup Bersahaja

Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :

Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.

Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.

Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.

Image Hosting

Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.

Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.

Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.

Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.

Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.

Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.

Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***

Hadits 19

Dari Abu Al Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahuanhuma, beliau berkata : Suatu saat
saya berada dibelakang nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : Wahai
ananda, saya akan mengajarkan kepadamu beberapa perkara: Jagalah Allah10), niscaya dia
akan menjagamu, Jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada dihadapanmu11). Jika kamu
meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan
kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan
manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun
kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka berkumpul untuk
mencelakakanmu atas sesuatu , niscaya mereka tidak akan mencelakakanmu kecuali
kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah
kering.
(HR. Turmudzi)

Hadits 4

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullahε
menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan :
Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes
mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat
puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus
kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk
menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian
ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal
sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli
neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang
melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta
akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka
masuklah dia ke dalam syurga.
(HR. Bukhori dan Muslim).

Menyikapi Perpecahan Umat

Beruntunglah orang-orang asing yang mereka memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia sesudahku dari sunnahku.” (HR At-Tirmidzi)

Iftiraqul ummah adalah takdir Allah
Iftiraqul ummah (perpecahan umat) adalah sebuah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terjadi. Sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa hadits yang mutawatir:
“Terpecah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, dan terpecah umat Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, dan akan terpecah umat ini menjadi tujuh puluh tiga golongan.” (1)

Bukti kebenaran akan hadits ini, telah mulai tampak ketika munculnya pemahaman sesat akidah Saba’iyah (akidah Khawarij dan Syi’ah). Inilah hal pertama yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para shahabat tentang akidah iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para pemeluknya. Dan benih-benih iftiraq ini terus tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Dan sungguh, hal yang demikian ini terus menerus terjadi hingga masa sekarang. Hal ini semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan membawa fikrah masing-masing.

Mensikapi iftiraqul ummah
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mentakdirkan terjadinya iftiraqul ummah telah memberikan bimbingan agar umat tidak tenggelam dalam fitnah ini. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“ … Barangsiapa di antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. …”(2)

1. Maka sikap kita yang pertama adalah tetap bepegangan pada sunnah Rasulullah saw dan para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk.

Maka dalam memahami dien ini kita harus senantiasa meruju’ kepada apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw dengan pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in. Walaupun pemahaman itu berbeda dan ditentang oleh kebanyakan manusia, maka tetaplah berpegangan kepadanya. Sungguh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa Islam ini pada awal kedatangannya adalah asing dan pada suatu saat nanti akan kembali dianggap asing (diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya: (145) dari Abu Hurairah), sebuah keadaan dimana orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah seakan menggenggam bara api, barangsiapa beramal pada hari-hari semacam ini maka pahalanya seperti pahala amalan 50 orang shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits yang masyhur:
“Akan suatu pada manusia suatu jaman, orang yang sabar (istiqamah) di atas agamanya pada jaman ini seperti memegang bara api.”(3)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada suatu hari, kesabaran di dalamnya seperti memegang bara api, orang yang beramal pada hari-hari semacam ini pahalanya seperti 50 orang yang beramal seperti amalnya kalian.”(4)

Berkata Ath-Thibi tentang hadits ini: “Maknanya sebagaimana tidak mampunya seorang pemegang bara api untuk sabar karena menghanguskan tangannya seperti itu pula keadaan seorang yang beragama, pada hari itu, tidak mampu untuk tetap di atas agamanya karena banyaknya pelaku maksiat dan pelaku maksiat, tersebarnya kafasikan dan lemahnya iman.”

Berkata pula Al Qari: “Yang jelas bahwa makna hadits adalah sebagaimana tidak mungkin bagi seseorang untuk memegang bara api kecuali dengan kesabaran yang besar dan menanggung banyak kesusahan. Demikian pula di jaman itu tidak akan tergambar dalam benak seseorang untuk menjaga agamanya dan cahaya imannya kecuali dengan kesabaran yang besar.”

Akan tetapi, walaupun demikian keadaannya, Allah yang Maha Berkuasa atas segala-galanya tidak akan membiarkan umat ini musnah dari muka bumi. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang yang mencemoohnya sampai datang urusan Allah dan mereka dalam keadaan demikian”(5)

2. Hal kedua yang harus kita lakukan ketika fitnah ini terjadi adalah tinggalkan semua golongan (firqah) yang ada, sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah:
“Bahwasanya ketika manusia bertanya kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir akan menimpa diriku, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan, maka Allah datangkan kepada kami kebaikan, maka apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau menjawab, “Ya”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya, tapi padanya ada dakhan (kotoran)”. Aku berkata, “Apa dakhannya?”. Beliau menjawab, “Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kebaikan tersebut akan muncul kejelekan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam terangkan ciri-ciri mereka”. Beliau berkata, “Mereka adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan bahasa kita”. Aku berkata, “Apa yang engkau perintahkan jika aku mengalami jaman seperti itu?” Beliau berkata, “Berpeganglah dengan jama/ah muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya, “Bagaimana jika tidak ada jama’ah dan imam?” Beliau menjawab, “Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu .”(6)

3.Hal ketiga adalah senantiasa menyeru manusia kepada al haqq, saling bertawashaw bil haqq wa tawashaw bish-shabr (saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran). Inilah kewajiban yang tetap ada pada diri kaum muslimin kepada sesama mereka sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla: Dan saling nasihat-menasihatilah engkau dengan kebenaran dan dengan kesabaran.’ (QS Al ‘Ashr: 4)

Dalam mensikapi perbedaan pemahaman yang ada, maka kewajiban ini tetap wajib diamalkan. Bukan seperti pendapat sebagian orang, “Kita bekerjasama terhadap apa-apa yang kita sepakati dan kita saling tasamuh (toleransi) terhadap perbedaan yang ada.” Perkataan ini benar jika perbedaan yang ada adalah hal-hal yang memang merupakan ikhtilaf tanawu’ yang bisa ditolerir, sedangkan untuk perkara yang telah menjadi ijma’ aimmah ahlus sunnah wal jama’ah dan kaum muslimin, maka tidak ada lagi kata tasamuh. Mereka harus diberi peringatan, ditegakkan hujjah kepada mereka (iqamatul hujjah) dan jika tetap tidak mau mengikuti pemahaman yang lurus, maka mereka wajib diberi sangsi dan umat harus ditahdzir akan kesesatan yang ada pada mereka serta bahayanya bergaul dengan mereka. Sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu telah memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat.

Sedangkan jika perbedaan pemahaman yang ada seputar masalah fiqih atau pun hal-hal yang lain sifatnya ijtihadiyah, maka wajib di antara muslimin untuk mempertemukan perbedaan itu dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari yang lebih dekat kepada al-haqq. Jika upaya ini tetap tidak bisa mempersatukan pemahaman yang ada, maka hendaknya masing-masing memahami menurut keyakinan masing-masing tanpa saling cela, saling caci, dan tetap saling menghormati. Sebagaimana yang telah banyak dipraktekkan pada shahabat. Sebagai contoh: ketika dalam penyerangan Bani Quraidhah. Sewaktu hendak berangkat Nabi shalallaahu’alaihi wa sallam berpesan agar para shahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian shahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi ucapan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Ketika yang demikian sampai kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam maka beliau tidak mencela satu pun dari keduanya.(7)

Demikian pula ketika Ibnu Mas’ud berbeda pendapat dengan Ubay bin Ka’ab tentang sahkah shalat dengan memakai satu baju? Maka ketika mendengar perdebatan mereka Umaa keluar dengan marah dan berkata: “Dua orang dari Rasulullah saw telah berselisih, yaitu di antara orang-orang yang memperhatikan Rasul dan mengambil dari Rasul. Ubay benar dan Ibnu Mas’ud tidak lalai. Akan tetapi aku tidak mau mendengar ada orang yang berselisih tentang hal itu setelah ini, kecuali aku mengerjakannya begini dan begitu.”(8)

4.Hal keempat yang mesti kita lakukan di tengah iftiraqul ummah ini adalah tetap berupaya untuk menjaga persatuan di antara kaum muslimin. Walaupun iftiraqul ummah adalah sebuah kepastian dan bagaimana pun usaha kita untuk mencegahnya maka iftiraqul ummah ini tetap akan terjadi, akan tetapi hal ini tidaklah menafikan kewajiban kita untuk tetap berpegang teguh kepada tali Allah dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan: “Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah seluruhnya, dan hangan berpecah belah.” (QS Ali Imran: 103)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud dengan tali Allah adalah janji Allah. Dikatakan pula bahwa tali Allah ialah Al Qur’an. Sedangkan lafazh walaa tafarraquu (jangan berpecah belah) menunjukkan perintah untup berjama’ah dan melarang perpecahan.(9)

Dan perintah bersatu di sini bukanlah persatuan telompok (firqah) tertentu yang kemudian saling membanggakan kelompoknya masing-masing. Dan menganggap yang di luar kelompoknya berarti bukan saudaranya dan lantas disikapi dengan sikap seperti orang kafir. Akan tetapi adalah kesatuan kaum muslimin yang berlandaskan aqidah dan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Wallaahu a’lam bish shawab.

Penjelasan tentang haditsul iftiraq
Terkait masalah haditsul iftiraq, dimana umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan yang mereka semua berada di dalam neraka, kecuali satu yang selamat yakni Al Jama’ah. Maka jumhur ulama mengatakan, bahwa masuknya mereka ke dalam neraka ini tidaklah kekal, akan tetapi hanya sementara. Jadi, bid’ah-bid’ah yang ada pada diri mereka tidaklah menyebabkan mereka keluar dari Islam, bid’ah itu tidak sampai menjatuhkan mereka dalam kekufuran (bid’ah mukaffirah) akan tetapi hanya sampai pada tingkatan fusuq (bid’ah muharramah). Maka mereka tetaplah muslimin, sehingga tetap ada kewajiban untuk berwala’ terhadap mereka dan ada pula kewajiban bara’ terhadap meruka sesuai dengan tingkad penyimpangan yang ada pada mereka.

Panitia Tetap Al Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta yang terdiri dari: Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Bbz, Syaikh Abdurrazaq Al Afify, Syaikh Abdullah bin Ghadyan, dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud memfatwakan mengenai harakah-harakah yang ada saat ini, “… secara umum, setiap jama’ah mempunyai kesalahan dan kebenaran. Anda boleh bergaul dengan jama’ah manapun selagi di sana ada kebenaran dan menghindari jama’ah yang banyak kesalahannya. Tetapi tetap harus saling memberi nasihat, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.”(10)

Maka para ulama menasihatkan kepada para ahlul ‘ilm untuk turut bersama mereka dan meluruskan mereka dari penyimpangan-penyimpangan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullaah, “…Jika manusia memiliki ilmu dan pemahaman keluar bersama mereka untuk menyampaikan ilmu dan pengingkaran dan nasihat kepada kebaikan serta mengajari mereka sampai mereka itu meninggalkan madzhab bathilnya dan meyakini madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah maka diperbolehkan.”

Dan sungguh, hanya Allahlah yang Maha Mengetahui siapajah di antara harakah-harakah yang ada yang paling dekat kepada kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al Kahfi: 503-104)

Dan demi Allah, tidak ada jaminan bagi siapa pun bahwa dialah yang berada pada kebenaran. Kewajiban kita adalah berupaya semaksimal mungkin agar selalu berada dalam shiraathal mustaqiim.

Sebuah manhaj (metodologi) dalam memahani dien
Dalam meniti jalan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi bimbingan:
“… yaitu mereka yang mendengarkan perkataan yang baik, dan mengikuti yang terbaik diantaranya.” (QS Az Zumar:18)

Maka mencari ilmu dari ahlul ilmi dari mana pun adalah sebuah kebaikan, karena hikmah itu adalah milik muslim yang hilang, maka ambillah ia dari mana pun engkau mendapatkannyu. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan: “… Terimalah kebenaran itu apamila engkau mendengarkannya, karena atas kebenaran itu ada cahaya.” (11)

Tolok ukur kita dalam menilai kebenaran, yang pertama adalah ada tidaknya dalil tentangnya karena Rasulullah saw mengatakan: “Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan ibu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih)

Kemudian yang kedua, sesuaikah dengan pemahaman para salafush-shalih yang Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengazakan tentang mereka: “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi orang-orang sesudahnya, dan kemudian orang-oyang yang sesudahnya.” (HR Arba’ah)

Allah Tabaraka Wa Ta’ala pun mengatakan tentang pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in dengan firman-Nya: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan.” (QS Al Baqarah: 137)

Seandainya apa yang kita pahami sesuai dengan pemahaman mereka maka itulah al-haqq, maka siapa pun yang berada di atas pemahaman ini maka merekalah yang disebut al-firqatun najiyah, merekalah fs-sawaadul a’zham, dan itulah al-jama’ah, sebagaimana dikatakan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Setiap yang mengikuti sunnahku dan para shahabatku.” ; “Kalian wajib berpegana teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaui rasyidin” (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu: “Al Jama’ah itu ialah setiap yang sesuai dengan al-haqq walau engkau seorang diri.” Dalam riwayat yang lain dikatakan: “Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah walaupun engkau sendirian.” Ibnu Khallal rahimahullaah mengatakan: “Al Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, yaitu para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah sesat.”

Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa yang demikian (yakni mengambil ‘ilmu dari beberapa harakah yang ada) maka dia seperti pemulung, sungguh, dia adalah orang yang ‘sangat mengenal’ diennya sehingga dia berani menyamakan dien-nya sebagai sampah dan betapa dia sangat memuliakan harakahnya, yakni dengan menyamakannya dengan keranjang sampah yang para pemulung dapat mengambil sampah daripadanya. Allahu Ta’ala A’lamu Bish-shawab.

Semoga Allah senantiasa membimbing umat ini agar selalu bersatu di atas bendera sunnah, dan berdiri di atas landasan aqidah ash-shahihah, serta menyeru mqnusia dengan manhaj sunnah dan di atas jalan nubuwwah. Ushikum wa nafsi bitaqwallaah. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.

Foot note:
1. Hadits ini masyhur, diriwayatkan oleh sejumlah banyak shahabat, dikeluarkan oleh imam-imam yang adil, yang hafal hadits seperti Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, Ibnu Hibban, Abu Ya’la al Muushili, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Bathah, al-Ajiri, ad-Darimi dan al-Lalikai. Juga dishahihkan oleh sejumlah besar ahli ilmu, seperti At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, As-Suyuti, dan Asy-Syatibi.
2. HR Nasa’I dan Tirmidzi: HASAN SHAHIH. Lihat Kitab Firqah Najiyah oleh Syaikh Jamil Zainu.
3. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi: (2260) dan Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra: (195) dari Anas radhiyallaahu ‘anhu..
4. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah: (XIV/344) dan dalam tafsir: (III/110) dengan lafazh yang panjang.
5. Dikeluarkan oleh Muslim dengan lafazh ini: (1920) dan Abu Dawud: (4252) dengan tambahan: “Tidak akan memadharatkan mereka orang-orang yang menyelisihinya.”, dan tambahan yang panjang di awalnya. Dikeluarkan pula oleh At Tirmidzi: (2229) secara ringkas dan dia fenshahihkannya, dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Al Muqaddimah: (10) dengan lafazx yang panjang dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad: (V/276) dengan lafazh yang panjang dan dalam (V/247) secara ringkas, dll.
6. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, 3606, Muslim dalam Shahih-nya (1847), Imam Ahmad dengan panjang (V/386), 403 dan secara ringkas (V/391,396), dengan ringkas dengan lafazh-lafazh yang berbeda-beda (V/494), Abu Dawud As-Sijistani (3244), dengan lafazh berbeda (4246) dan An-Nasa’I dalam Al Kubra (V/17,18).
7. Lihat: Al Jami’ush Shahih Bukhari-Muslim.
8. Ibnu ‘Abdi ‘l-Bar di dalam Jami’u Bayani ‘l ‘Ilmi, 2/83-84
9. Lihat: Tafsir Ibnu Katsir Juz 1.
10. Lihat: Al jama’ah Menurut Ulama Salaf dan Khalaf oleh DR Abdur-Rahman bin Khalifah Asy-Syayaji. Terdapat dalam kaset Ta’qieb Samahatul ‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Nadwah (ad-Du’at), lihat kitab An-Nashrul ‘Aaiz hal 173 oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullaah.
11. Syaikh Al-‘Allamah Ay-Mujaddid Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan tentang hadits ini: “Shahih, sanadnya mauquf (yakni ucapan Mu’adz).” Terdapat dalam Shahih Abi Dawud, jilid 3, hal 872, hadits ke 3855.

Cara Sholat Malam

Beberapa Cara Shalat Malam yang dikerjakan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam

Untuk melengkapi pembahasan ini kami nukilkan keterangan Syaikh Al-Albani (terjemahan) yang berjudul Kelemahan Riwayat Tarawih 20 Rakaat, penerbit DATANS, Bangil (pen.)

Dari hadits-hadits dan riwayat yang ada dapat disimpulkan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan shalat malam dan witir lengkap berbagai cara:


1. Shalat 13 rakaat dan dimulai dengan 2 rakaat yang ringan.

Berkenaan dengan ini ada beberapa riwayat:

A. Hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwasanya berkata: Aku perhatikan shalat malam Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yaitu (ia) shalat dua rakaat yang ringan, kemudian ia shalat dua rakaat yang panjang sekali. Kemudian shalat dua rakaat, dan dua rakaat ini tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian witir satu rakaat, yang demikian adalah tiga belas rakaat.(Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr)

B. Hadits Ibnu Abbas, ia berkata: Saya pernah bermalam di kediaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu beliau di rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu itu telah habis dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi ke tempat yang ada padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan aku ke sebelah kanannya. Kemudian meletakkan tangannya di atas kepalaku seakan-akan beliau memegang telingaku, seakan-akan membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat yang ringan. Beliau membaca Ummul Qur’an pada kedua rakaat itu, kemudian beliau memberi salam kemudian beliau shalat hingga sebelas rakaat dengan witir, kemudian tidur. Bilal datang dan berkata: Shalat Ya Rasulullah! Maka beliau bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami orang-orang. (HR. Abu Dawud dan Abu ‘Awanah dalam kitab Shahihnya. Dan asalnya di Shahihain)

Ibnul Qayim juga menyebutkan hadits ini di Zadul Ma`ad 1:121 tetapi Ibnu Abbas tidak menyebut bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan sebagaimana yang disebutkan Aisyah.

C. Hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam apabila bangun malam, memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan, kemudian shalat delapan kemudian berwitir.

Pada lafadh lain: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat Isya, kemudian menambah dengan dua rakaat, aku telah siapkan siwak dan air wudhunya dan berwudlu kemudian shalat dua rakaat, kemudian bangkit dan shalat delapan rakaat, beliau menyamakan bacaan antara rakaat-rakaat itu, kemudian berwitir pada rakaat yang ke sembilan. Ketika Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sudah berusia lanjut dan gemuk, beliau jadikan yang delapan rakaat itu menjadi enam rakaat kemudian ia berwitir pada rakaat yang ketujuh, kemudian beliau shalat dua rakaat dengan duduk, beliau membaca pada dua rakaat itu Qul ya ayyuhal kafirun dan Idza zulzilat.

Penjelasan.
Dikeluarkan oleh Thahawi 1/156 dengan dua sanad yang shahih. Bagian pertama dari lafadh yang pertama juga dikeluarkan oleh Muslim 11/184; Abu Awanah 1/304, semuanya diriwayatkan melalui jalan Hasan Al-Bashri dengan mu`an`an, tetapi Nasai meriwayatkannya (1:250) dan juga Ahmad V:168 dengan tahdits. Lafadh kedua ini menurut Thahawi jelas menunjukan bahwa jumlah rakaatnya 13, ini menunjukan bahwa perkataannya di lafadh yang pertama kemudian ia berwitir maksudnya tiga rakaat. Memahami seperti ini gunanya agar tidak timbul perbedaan jumlah rakaat antara riwayat Ibnu Abbas dan Aisyah.

Kalau kita perhatikan lafadh kedua, maka di sana Aisyah menyebutkan dua rakaat yang ringan setelah shalat Isya’nya, tetapi tidak menyebutkan adanya shalat ba’diyah Isya. Ini mendukung kesimpulan penulis di uraian terdahulu bahwa dua rakaat yang ringan itu adalah sunah ba`diyah Isya.


2. Shalat 13 rakaat, yaitu 8 rakaat (memberi salam setiap dua rakaat) ditambah lima rakaat witir, yang tidak duduk kecuali pada rakaat terakhir.

Tentang ini ada riwayat dari Aisyah sebagai berikut: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidur, ketika bangun beliau bersiwak kemudian berwudhu, kemudian shalat delapan rakat, duduk setiap dua rakaat dan memberi salam, kemudian berwitir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali ada rakaat kelima, dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kelima. Maka ketika muadzin beradzan, beliau bangkit dan shalat dua rakaat yang ringan.

Penjelasan
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad II:123, 130, sanadnya shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim. Dikeluarkan juga oleh Muslim II:166; Abu Awanah II:325, Abu Daud 1:210; Tirmidzi II:321 dan beliau mengesahkannya. Juga oleh Ad-Daarimi 1:371, Ibnu Nashr pada halaman 120-121; Baihaqi III:27; Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla III:42-43.

Semua mereka ini meriwayatkan dengan singkat, tidak disebut padanya tentang memberi salam pada tiap dua rakaat, sedangkan Syafi’i 1:1/109, At-Thayalisi 1:120 dan Hakim 1:305 hanya meriwayatkan tentang witir lima rakaat saja.

Hadits ini juga mempunyai syahid dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Abu Dawud 1:214 daan Baihaqi III:29, sanad keduanya shahih.

Kalau kita lihat sepintas lalu, seakan-akan riwayat Ahmad ini bertentangan dengan riwayat Aisyah yang membatas bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakan lebih dari sebelas rakaat, sebab pada riwayat ini jumlah yang dikerjakan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam adalah 13 rakaat + 2 rakaat qabliyah Shubuh.

Tetapi sebenarnya kedua riwayat ini tidak bertentangan dan dapat dijama’ seperti pad uraian yang lalu.

Kesimpulannya dari 13 rakaat itu, masuk di dalamnya 2 rakaat Iftitah atau 2 rakaat ba’diyah Isya.

3. Shalat 11 rakaat dengan memberi salam setiap dua rakaat dan berwitir 1 rakaat.

Dasarnya hadits Aisyah berikut ini: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat pada waktu antara selesai shalat Isya, biasa juga orang menamakan shalat ‘atamah hingga waktu fajar, sebanyak 11 rakaat, beliau memberi salam setiap dua rakaat dan berwitir satu rakaat, beliau berhenti pada waktu sujudnya selama seseorang membaca 50 ayat sebelum mengangkat kepalanya.

Penjelasan:
Diriwayatkan oleh Muslim II:155 dan Abu Awanah II:326; Abu Dawud I:209; Thahawi I:167; Ahmad II:215, 248. Abu Awanah dan Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, sedangkan Abu Awanah juga dari Ibnu Abbas.
Mendukung riwayat ini adalah Ibnu Umar juga: Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tentang shalat malam, maka sabdanya: Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Kalau seseorang daripada kamu khawatir masuk waktu Shubuh, cukup dia shalat satu rakaat guna menggajilkan jumlah rakaat yang ia telah kerjakan.

Riwayat Malik I:144, Abu Awanah II:330-331, Bukhari II:382,385, MuslimII:172. Ia menambahkan (Abu Awanah): Maka Ibnu Umar ditanya: Apa yang dimaksud dua rakaat - dua rakaat itu? Ia menjawab: Bahwasanya memberi salam di tiap dua rakaat.

4. Shalat 11 rakaat yaitu dengan 4 rakaat satu salam, empat rakaat salam lagi, kemudian tiga rakaat.

Haditsnya adalah riwayat Bukhari Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu. Menurut dhahir haditsnya, beliau duduk di tiap-tiap dua rakaat tetapi tidak memberi salam, demikianlah penafsiran Imam Nawawi.

Yang seperti ini telah diriwayatkan dalam beberapa hadits dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak memberi salam antara dua rakaat dan witir, namun riwayat-riwayat itu lemah, demikianlah yang disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Nashr, Baihaqi dan Nawawi.

5. Shalat 11 rakaat dengan perincian 8 rakaat yang belaiu tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan tersebut, maka beliau bertasyahud dan bershalawat atas Nabi, kemudian bangkit dan tidak memberi salam, selanjutnya beliau witir satu rakaat, kemudian memberi salam.

Dasarnya adalah hadits Aisyah radliallahu `anha, diriwayatkan oleh Sa’ad bin Hisyam bin Amir. Bahwasanya ia mendatangi Ibnu Abbas dan menanyakan kepadanya tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam maka Ibnu Abbas berkata: Maukah aku tunjukan kepada kamu orang yang paling mengetahui dari seluruh penduduk bumi tentang witirnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: Ia bertanya siapa dia? Ia berkata: Aisyah radlillahu anha, maka datangilah ia dan tanya kepadanya: Maka aku pergi kepadnya, ia berkata: Aku bertanya; Hai Ummul mukminin khabarkan kepadaku tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, Ia menjawab: Kami biasa menyiapkan siwak dan air wudlunya, maka ia bersiwak dan berwudlu dan shalat sembilan rakaat tidak duduk padanya kecuali pada rakaat yang kedelapan, maka ia mengingat Allah dan memuji-Nya dan bershalawat kepada nabi-Nya dan berdoa, kemudian bangkit dan tidak memberi salam, kemudian berdiri dan shalat (rakaat) yang kesembilan, kemudian belaiu duduk dan mengingat Allah dan memujinya (attahiyat) dan bershalawat atas nabi-Nya shallallahu `alaihi wa sallam dan berdoa, kemudian memberi salam dengan salam yang diperdengarkan kepada kami, kemudian shalat dua rakat setelah beliau memberi salam, dan beliau dalam keadaan duduk, maka yang demikian jumlahnya sebelas wahai anakku, maka ketika Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menjadi gemuk, beliau berwitir tujuh rakaat, beliau mengerjakan di dua rakaat sebagaimana yang beliau kerjakan (dengan duduk). Yang demikian jumlahnya sembilan rakaat wahai anakku.

Penjelasan
Diriwayatkan oleh Muslim II:169-170, Abu Awanah II:321-325, Abu Dawud I:210-211, Nasai I/244-250, Ibnu Nashr halaman 49, Baihaqi III:30 dan Ahmad VI:53,54,168.

6. Shalat 9 rakaat, dari jumlah ini, 6 rakaat beliau kerjakan tanpa duduk (attahiyat) kecuali pada rakaat yang keenam tersebut, beliau bertasyahud dan bershalawat atas Nabi shallallahu `alaihi wa sallam kemudian beliau bangkit dan tidak memberi salam sedangkan beliau dalam keadaan duduk.


Yang menjadi dasar adalah hadits Aisyah radiyallahu anha seperti telah disebutkan pada cara yang kelima.
Itulah cara-cara shalat malam dan witir yng pernah dikerjakan rasulullah, cara yang lain dari itu bisa juga ditambahkan yang penting tidak melebihi sebelas rakaat. Adapun kurang dari jumlah itu tidak dianggap menyalahi karena yang demikian memang dibolehkan, bahkan berwitir satu rakaatpun juga boleh sebagaimana sabdanya yang lalu:
....Maka barang siapa ingin maka ia boleh berwitir 5 rakaat, dan barangsiapa ingin ia boleh berwitir 3 rakaat, dan barangsiapa ingin a boleh berwitir dengan satu rakaat.

Hadits di atas merupakan nash boleh ia berwitir dengan salah saatu dari rakaat-rakaat tersebut, hanya saja seperti yang dinyatakan hadits Aisyah bahwasaya beliau tidk berwitir kurang dari 7 rakaat.

Tentang witir yang lima rakaat dan tiga rakaat dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Dengan sekali duduk dan sekali salam
b. Duduk attahiyat setiap dua rakaat
c. Memberi salam setiap dua rakaat

Al-Hafidh Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam kitab Qiyamul Lail halaman 119 mengatakan:
Cara yang kami pilih untuk mengerjakan shalat malam, baik Ramadlan atau lainnya adalah dengan memberi salam setiap dua rakaat. Kalau seorang ingin mengerjakan tiga rakaat, maka di rakaat pertama hendaknya membaca surah Sabbihisma Rabbikal A’la dan pada rakaat kedua membaca surah Al-Kafirun, dan bertasyahud dirakaat kedua kemudian memberi salam. Selanjutya bangkit lagi dan shalat satu rakaat, pada rakaat ini dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlash, Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas), setelah itu beliau (Muhammad bin Nashr) menyebutkan cara-cara yang telah diuraikan terdahulu.

Semua cara-cara tersebut boleh dilakukan, hanya saja kami pilih cara yang disebutkan di atas karen didasarkan pada jawaban Nabi shallallahu `alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shalat malam, maka beliau menjawab: bahwa shalat malam itu dua rakaat dua rakaat, jadi kami memilih cara seperti yang beliau pilih.

Adapun tentang witir yang tiga rakaat, tidak kami dapatkan keterangan yang pasti dan terperinci dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwasanya beliau tidak memberi salam kecuali pada rakat yang ketiga, seperti yang disebutkan tentang Witir lima rakaat, tujuh dan sembilan rakaat. Yang kami dapati adalah bahw beliau berwitir tiga rakaat dengan tidak disebutkan tentang salam sedangkan tidak disebutkan itu tidak dapat diartikan bahwa beliau tidak mengerjakan, bahkan mungkin beliau melakukannya.

Yang jelas tentang pelaksanaan yang tiga rakaat ini mengandung beberapa ihtimaalat (kemungkinan), diantaranya kemungkinan beliau justru memberi salam, karena demikialah yang kami tafsirkan dari shalat beliau yang sepuluh rakaat, meskipun di sana tidak diceritakan tentang adanya salam setiap dua rakaat, tapi berdasar keumuman sabdanya bahwa asal shalat malam atau siang itu adalah dua rakaat, dua rakaat.

Sedangkan hadits Ubai bin Ka’ab yang sering dijadikan dasar tidak adanya salam kecuali pada rakaat yang ketiga (laa yusallimu illa fii akhirihinna), ternyata tambahan ini tidak dapat dipakai, karena Abdul Aziz bin Khalid bersendiri dengan tambahan tersebut, sedangkan Abdul Aziz ini, tidak dianggap tsiqah oleh ulama Hadits. Dalam at-Taqrib dinyatakan bahwa dia maqbul apabila ada mutaba’ah (hadits lain yang mengiringi), kalau tidak ia termasuk Layyinul Hadits. Di samping itu tambahan riwayatnya menyalahi riwayat dari Sa’id bin Abi Urubah yang tanpa tambahan tersebut. Ibnu Nashr, Nasai dan Daruqutni juga meriwayatkan tanpa tambahan. Dengan ini, jelas bahwa tambahan tersebut adalah munkar dan tidak dapat dijadikan hujjah.

Tapi walaupun demikian diriwayatkan bahwa shahabat-shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan witir tiga rakaat dengan tanpa memberi salam kecuali pada rakaat yang terakhir dan ittiba’ kepada mereka ini lebih baik baik daripada mengerjakan yang tidak dicontohkan.

Dari sisi lain perlu juga diketengahkan bahwa terdapat banyak riwayat baik dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, para shahabat ataupun tabi’in yaang menunjukan tidak disukainya shalat witir tiga rakaat, diantaranya: Janganlah engkau mengerjakan witir tiga rakaat yang menyerupai Maghrib, tetapi hendaklah engkau berwitir lima rakaat (HR. Al-Baihaqi).
Hadits ini tidak dapat dipakai karena mempunyai kelemahan pada sanadnya, tapi Thahawi meriwayatkan hadits ini melalui jalan lain dengan sanad yang shahih. Adapun maksudnya adalah melarang witir tiga rakaat apabila menyerupai Maghrib yaitu dengan dua tasyahud, namun kalau witir tiga rakaat dengan tidak pakai tasyahud awwal, maka yang demikian tidak dapat dikatakan menyerupai. Pendapat ini juga dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari II:385 dan dianggap baik oleh Shan’aani dalam Subulus Salam II:8.

Kesimpulan dari yang kami uraikan di atas bahwa semua cara witir yang disebutkan di atas adalah baik, hanya perlu dinyatakan bahwa witir tiga rakaat dengan dua kali tasyahhud tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bahkan yang demikian tidak luput dari kesalaahan, oleh karenanya kami memilih untuk tidak duduk di rakaat genap (kedua), kalau duduk berarti memberi salam, dan cara ini adalah yang lebih utama

Akhlak Rasulullah

Akhlak Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam adalah Al-Qur’an, membenci apa yang dibenci Al-Qur’an dan merasa senang dengan apa yang disenanginya. Tidak dendam dan marah kepada seorang kecuali jika melakukan hal-hal yang diharamkan Allah sehingga kemarahannya karena Allah.

Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam merupakan orang yang paling jujur ucapannya, paling memenuhi tanggung-jawabnya, paling lembut perangainya, paling mulia pergaulannya, lebih pemalu dari perawan dalam pingitan, rendah hati dan selalu berpikir, tidak keji dan pengutuk, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tapi membalasnya dengan memberi maaf dan jabat tangan, tidak pernah menolak siapa yang meminta sesuatu kebutuhan kecuali dipenuhi kebutuhannya atau dengan kata-kata yang halus dan tidak dengan hati kasar dan sikap keras, tidak pernah memotong pembicaraan orang lain kecuali jika bertentangan dengan kebenaran sehingga memotong pembicaraannya dengan larangan atau berdiri, tidak menganggap bohong kepada seseorang, tidak dengki kepadanya dan tidak memintanya untuk bersumpah.

Rasululloh menjaga tetangganya dan menghormati tamunya, waktunya tidak pernah berlalu tanpa beramal untuk Allah atau mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan, cinta kepada optimis dan benci kepada pesimis, jika ada dua pilihan beliau memilih yang teringan di antara keduanya selama tidak merupakan dosa, senang menolong orang yang membutuhkan dan membantu orang yang teraniaya.

Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam juga senang kepada sahabat-sahabatnya, bermusyarwarah dengan mereka dan memeriksa keadaan mereka, barangsiapa sakit dikunjunginya, barangsiapa tidak hadir diundangnya, barangsiapa meninggal dunia dido’akannya seerta menerima alasan orang yang uzur kepadanya. Baginya, orang yang kuat dan orang yang lemah mempunyai hak yang sama. Beliau ketika berbicara, jika orang menghitung pembicaraanya tentu akan dapat menghitungnya karena kefasihan dan pelannya. disamping itu, beliau juga bergurau dan tidak mengucapkan sesuatu kecuali kebenaran.

Selasa, 25 Agustus 2009

Mereka Berkata tentang Al-Qur'an

“Agama dapat menjadi petunjuk yang berhasil untuk pencarian ilmu pengetahuan. Dan agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Tidak ada pertentangan antara ilmu genetika dan agama. Kenyataan di dalam al-Quran yang ditunjuk­kan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid. AI-Quran yang berasal dari Allah mendukung ilmu pengetahuan.
Prof. Dr. Joe Leigh Simpson
Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan dan Ginekologi dan Prof. Molecular dan Genetika Manusia,Baylor College Medicine, Houston,Amerika Serikat.



"Nabi Muhammad SAW sebagai buku ilmu pengetahuan dari Allah. "
(Prof. Marshall Johnson)
Guru Besar ilmu Anatomi dan Perkembangan Biologi,Universitas Thomas Jefferson,Philadelphia, Pennsylvania,Amerika Serikat.



“AI-Quran adalah sebuah kitab, petunjuk, kebenaran, bukti,” dan kebenaran yang abadi bagi kita sampai akhir zaman. "
(Prof. TVN Persaud)
Ahli anatomi, ahli kesehatan anak-anak,dan ahli ginekologi kebidanan dan ilmu reproduksi di Universitas Manitoba, Winnipeg, Menitoba,Kanada.



"Semua yang tertulis di dalam al-Quran pasti sebuah kebenaran, yang dapat dibuktikan dengan peralatan ilmiah. "
(Prof. Tejatat Tejasen)
Ketua Jurusan Anatomi Universitas Thailand,Chiang Mai



"...metode ilmiah modern sekarang membuktikan apa yang telah dikatakan Muhammad 1400 tahun yang lalu. AI-Quran adalah buku teks ilmu pengetahuan yang simpel dan sederhana untuk orang yang sederhana. "
(Prof. Alfred Kroner)
Ketua Jurusan Geologi Institut Geosciences,Universitas Johannnes Gutterburg, Maintz,
Jerman.



“AI-Quran adalah kitab yang menakjubkan yang menggambarkan masa lalu, sekarang, dan masa depan. "
(Prof. Palmer)
Ahli Geologi ternama Amerika Serikat.



"llmuwan itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis di dalam al-Quran beberapa tahun yang lalu. Para ilmuwan sekarang hanya menemukan apa yang telah tersebut di dalam al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu."
(Prof. Shroeder)
Ilmuwan kelautan dari Jerman



"Dengan membaca al-Quran, saya dapat menemukan jalan masa depan saya untuk investigasi alam semesta,"
(Prof. Yoshihide Kozai)
Guru Besar Universitas Tokyo dan Direktur The National Astronomical Observatory, Mikata, Tokyo, Jepang



PENGETAHUAN YANG BENAR HARUS DITEGASKAN DENGAN AGAMA YANG BENAR

Wanita Sholehah

Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari. Hikam: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Rosulullah saw bersabda: "Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah." (HR. Muslim) Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya. Pada prinsipnya wanita solehah adalah wanita yang taat pada Allah, taat pada Rasul. Kecantikannya tidak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga dirinya, selain dirinya akan terjaga, juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula, dan dirinya akan lebih dicintai Allah karena orang yang muda yang taat lebih dicintai Allah daripada orang tua yang taat. Dan, Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yang baik. Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dengan istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitarnya dan mengamalkan ilmu yang ada. Wanita yang solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsanya dan wanita yang solehah selalu belajar. Tiada hari tanpa belajar.

Mengapa Do'a Tidak Diijabah?

K.H. Abdullah Gymnastiar
--------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu hari Ali bin Abi Tholib Karamallaahu Wajhah, berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang ditengah-tengah jamaah sambil berkata, “Ya Amirul Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Ud’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu).

Sayidina Ali menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal, yaitu :

Engkau beriman kepada Allah, mengetahui Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.

Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau menentang sunnahnya dan mematikan syari’atnya. Maka, apalagi buah dari keimananmu itu?

Engkau membaca Al Qur’an yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.

Engkau berkata, “Sami’na wa aththa’na (Kami mendengar dan kami patuh), tetapi kau tentang ayat-ayatnya.

Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?

Setiap saat sengkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.

Allah memerintahkanmu agar memusuhi syetan seraya berkata, “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala” (QS. Al Faathir [35] : 6). Tetapi kau musuhi syetan dan bersahabat dengannya.

Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.

Nah, bagaimana mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.


***


Dalam riwayat lain, ada seorang laki-laki dating kepada Imam Ja’far Ash Shiddiq, lalu berkata, “Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang aku paham apa maksudmu?”

“Bagaimana dua bunyi ayat itu?” Tanya Imam Ja’far. Yang pertama berbunyi “Ud’uuni astajib lakum” (Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu), (QS. Al Mu’min [40] : 60). Lalu aku berdo’a dan aku tidak melihat do’aku diijabah,” ujarnya.

"Apakah engkau berpikir bahwa Allah akan melanggar janji-Nya?" tanya Imam Ja'far.

"Tidak," jawab orang itu.

"Lalu ayat yang kedua apa?" Tanya Imam Ja'far lagi.

"Ayat yang kedua berbunyi "Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa khairun raaziqin" (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya), (QS. Saba [34] : 39). Aku telah berinfak tetapi aku tidak melihat penggantinya," ujarnya.

"Apakah kamu berpikir Allah melanggar janji-Nya?" tanya Imam Ja'far lagi.

"Tidak," jawabnya.

"Lalu mengapa?" Tanya imam Ja'far.

"Aku tidak tahu," jawabnya.

Imam Ja'far kemudian menjelaskan, "Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah seandainya engkau menaati Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepadamu, kemudian engkau berdo'a kepada-Nya, maka Allah akan mengijabah do'amu. Adapun engkau berinfak tidak melihat hasilnya, kalau engkau mencari harta yang halal, kemudian engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu dirham pun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak. Kalau engkau berdo'a kepada Allah, maka berdo'alah kepada-Nya dengan Jihad Do'a. Tentu Alah akan menjawab do'amu walaupun engkau orang yang berdosa."

"Apa yang dimaksud Jihad Do'a?" sela orang itu.

Apabila engkau melakukan yang fardhu maka agungkanlah Allah dan limpahkanlah Dia atas segala apa yang telah ditentukan-Nya bagimu. Kemudian, bacalah shalawat kepada Nabi SAW dan bersungguh-sungguh dalam membacanya. Sampaikan pula salam kepada imammu yang memberi petunjuk. Setelah engkau membaca shalawat kepada Nabi, kenanglah nikmat Allah yang telah dicurahkan-Nya kepadamu. Lalu bersyukurlah kepada-Nya atas segala nikmat yang telah engkau peroleh.

Kemudian engkau ingat-ingat sekarang dosa-dosamu satu demi satu kalau bisa. Akuilah dosa itu dihadapan Allah. Akuilah apa yang engkau ingat dan minta ampun kepada-Nya atas dosa-dosa yang tak kau ingat. Bertaubatlah kepada Allah dari seluruh maksiat yang kau perbuat dan niatkan bahwa engkau tidak akan kembali melakukannya. Beristighfarlah dengan seluruh penyesalan dengan penuh keikhlasan serta rasa takut tetapi juga dipenuhi harapan.

Kemudian bacalah, "Ya Allah, aku memnita maaf kepada-Mu atas seluruh dosaku. Aku meminta ampun dan taubat kepada-Mu. Bantulah aku untuk mentaati-Mu dan bimbinglah aku untuk melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku segala hal yang engkau rdhai. Karena aku tidak melihat seseorang bisa menaklukkan kekuatan kepada-Mu, kecuali dengan kenikmatan yang Engkau berikan. Setelah itu, ucapkanlah hajatmu. Aku berharap Allah tidak akan menyiakan do'amu," papar Imam Ja'far.***

Calon Orang Besar MemulaiI Perubahan

KH Abdullah Gymnastiar

Kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan,keburukan,mau pun kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.

Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah,tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang bersamaan, ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat. Itu namanya terlampau muluk.

Jangankan mengubah Indonesia, mengubah anaknya saja tidak mampu. Banyak yangmenginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadahi untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik.

Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri.Ingin mengubah Indonesia, caranya ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita.

Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois.Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnyajuga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memi kirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas.

Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikir kan genteng, memikirkan tiang sehebat apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupa kan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesunggu han untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan kebe ranian melihat kekurangan diri.

Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk

mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang, tapi, tidak sembarang orang yang berani meli hat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang- orang yang sukses sejati.

Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya,inilah calon orang besar.

Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigi han kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya.

Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.

Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah anak, sulitnya mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu diri sendiri seperti apa.

Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya.Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan.

Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makinsung guh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.

Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapipembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan.Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut.

Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawalidari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien

Dahsyatnya Sedekah

K.H. Abdullah Gymnastiar
--------------------------------------------------------------------------------
Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.

Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.

Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.

Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.

Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.

Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.

Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.

Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).

Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."

"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.

Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.

Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na’im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!

Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!

Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini.***

Lima Es

Oleh: Aa' Gym
Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Nabi Muhammad; Tokoh nomor Satu di dunia

Oleh: Michael H. Hart, 1978
Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.

Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Sebagian besar dari orang-orang yang tercantum di dalam buku ini merupakan makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.

Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.

Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.

Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mektah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.

Suku Bedewi punya tradisi turun-temurun sebagai prajurit-prajurit yang tangguh dan berani. Tapi, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Itu sebabnya mereka tidak bisa mengungguli tentara dari kerajaan-kerajaan yang mapan di daerah pertanian di belahan utara. Tapi, Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada keesaan Tuhan, pasukan Arab yang kecil itu sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timurlaut Arab berdiri Kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di baratlaut Arabia berdiri Byzantine atau Kekaisaran Romawi Timur dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.

Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab tidak bakal mampu menghadapinya. Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkan Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman Kekaisaran Byzantine, dan sementara itu balatentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiya tahun 637 dan di Nehavend tahun 642.

Tapi, penaklukan besar-besaran --di bawah pimpinan sahabat Nabi dan penggantinya Abu Bakr dan Umar ibn al-Khattab-- itu tidak menunjukkan tanda-tanda stop sampai di situ. Pada tahun 711, pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepi Samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangi Selat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigothic di Spanyol.

Sepintas lalu orang mesti mengira pasukan Muslim akan membabat habis semua Nasrani Eropa. Tapi pada tahun 732, dalam pertempuran yang masyhur dan dahsyat di Tours, satu pasukan Muslimin yang telah maju ke pusat negeri Perancis pada akhirnya dipukul oleh orang-orang Frank. Biarpun begitu, hanya dalam tempo secuwil abad pertempuran, orang-orang Bedewi ini -dijiwai dengan ucapan-ucapan Nabi Muhammad- telah mendirikan sebuah empirium membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik, sebuah empirium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan di mana pun penaklukan dilakukan oleh pasukan Muslim, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk Agama Islam.

Ternyata, tidak semua penaklukan wilayah itu bersifat permanen. Orang-orang Persia, walaupun masih tetap penganut setia Agama Islam, merebut kembali kemerdekaannya dari tangan Arab. Dan di Spanyol, sesudah melalui peperangan tujuh abad lamanya akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Nasrani. Sementara itu, Mesopotamia dan Mesir dua tempat kelahiran kebudayaan purba, tetap berada di tangan Arab seperti halnya seantero pantai utara Afrika. Agama Islam, tentu saja, menyebar terus dari satu abad ke abad lain, jauh melangkah dari daerah taklukan. Umumnya jutaan penganut Islam bertebaran di Afrika, Asia Tengah, lebih-lebih Pakistan dan India sebelah utara serta Indonesia. Di Indonesia, Agama Islam yang baru itu merupakan faktor pemersatu. Di anak benua India, nyaris kebalikannya: adanya agama baru itu menjadi sebab utama terjadinya perpecahan.

Apakah pengaruh Nabi Muhammad yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia? Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar di dunia semua dapat tempat dalam buku ini. Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk Agama Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam, dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar. Ada dua alasan pokok yang jadi pegangan saya. Pertama, Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani. Biarpun Nabi Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen (sampai batas tertentu berbeda dengan Yudaisme), St. Paul merupakan tokoh penyebar utama teologi Kristen, tokoh penyebarnya, dan penulis bagian terbesar dari Perjanjian Lama.

Sebaliknya Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya. Tambahan pula dia "pencatat" Kitab Suci Al-Quran, kumpulan wahyu kepada Muhammad yang diyakininya berasal langsung dari Allah. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan selama Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun dalam bentuk yang tak tergoyangkan tak lama sesudah dia wafat. Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad serta ajaran-ajarannya karena dia bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya. Kemungkinan pengaruh Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan.

Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Dari pelbagai peristiwa sejarah, orang bisa saja berkata hal itu bisa terjadi tanpa kepemimpinan khusus dari seseorang yang mengepalai mereka. Misalnya, koloni-koloni di Amerika Selatan mungkin saja bisa membebaskan diri dari kolonialisme Spanyol walau Simon Bolivar tak pernah ada di dunia. Tapi, misal ini tidak berlaku pada gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Tak ada kejadian serupa sebelum Muhammad dan tak ada alasan untuk menyangkal bahwa penaklukan bisa terjadi dan berhasil tanpa Muhammad. Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia di abad ke-13 yang sebagian terpokok berkat pengaruh Jengis Khan. Penaklukan ini, walau lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanan, dan kini satu-satunya daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Jengis Khan

Ini jelas menunjukkan beda besar dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Membentang dari Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari jurusan bahasa Arabnya, sejarah dan kebudayaan. Posisi sentral Al-Quran di kalangan kaum Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, besar kemungkinan merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan. Jika tidak, boleh jadi sudah akan terjadi di abad ke l3. Perbedaan dan pembagian Arab ke dalam beberapa negara tentu terjadi -tentu saja- dan nyatanya memang begitu, tapi perpecahan yang bersifat sebagian-sebagian itu jangan lantas membuat kita alpa bahwa persatuan mereka masih berwujud. Tapi, baik Iran maupun Indonesia yang kedua-duanya negeri berpenduduk Muslimin dan keduanya penghasil minyak, tidak ikut bergabung dalam sikap embargo minyak pada musim dingin tahun 1973 - 1974. Sebaliknya bukanlah barang kebetulan jika semua negara Arab, semata-mata negara Arab, yang mengambil langkah embargo minyak.

Jadi, dapatlah kita saksikan, penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad ke-7 terus memainkan peranan penting dalam sejarah ummat manusia hingga saat ini. Dari segi inilah saya menilai adanya kombinasi tak terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Muhammad sehingga saya menganggap Muhammad dalam arti pribadi adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.




--------------------------------------------------------------------------------
Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
Michael H. Hart, 1978
Terjemahan H. Mahbub Djunaidi, 1982
PT. Dunia Pustaka Jaya
Jln. Kramat II, No. 31A
Jakarta Pusat

Tujuh Indikator Kebahagiaan Dunia

Sumber tulisan: ceramah Ustad Aam Aminudin, Lc. di Sapporo, Jepang,
disarikan secara bebas oleh Sdr. Asep Tata Permana ( http/www.dudung.net)

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :
Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.
Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.
Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!
Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.
Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, ……………
selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.
Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.
Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.
Kelima, al maalul halal, atau harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.
Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.
Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.
Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, yaitu umur yang barokah.
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang barokah.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanah" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah.
Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.
Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".
Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).
Dan ternyata, yang sulit itu adalah ikhlas. Tapi ternyata ikhlas itu indah.
"Minta tolonglah kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu maka janganlah mengatakan: 'Seandainya aku mengerjakan begini maka akan menjadi begitu!'. Tetapi katakanlah: 'itu semua adalah takdir Allah, apa yang dikehendaki-Nya dikerjakan-Nya'. Sebab kalimat 'Seandainya...'itu akan membuka pintu buat setan".(Al-Hadits)
---------


Ivan Zulfikar
26 April 2008

2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

Doa Buka Puasa

Ikhwah Fillah Berdo'a dengan do'a-do'a yang diajarkan oleh baginda Rasul saw adalah lebih Mulia. adapun Doa Berbuka Puasa yaitu:

ذَهَبَ الضَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

"Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah, serta pahala akan tetap, insya Allah."
(HR. Abu Dawud)

Dosa-dosa yang dianggap Biasa

Sebagian dosa-dosa yang sering dilakukan kaum muslimin namun dianggap biasa sehingga lama-kelamaan jadi kebiasaan. semoga Allah mnjauhkannya dari kita, Amin. diantaranya:
Syirik atau menyekutukan Allah swt.-- Riya’ dalam beribadah.-- Thiarah, adalah merasa bernasib sial atau meramalkan nasib.-- Bersumpah dengan nama selain Allah.-- Duduk bersama orang-orang munafik atau fasik untuk beramah tamah.-- Tidak tuma’ninah dalam sholat.-- Banyak melakukan gerakan sia-sia dalam sholat.-- Mendahului imam secara sengaja dalam sholat.-- Masuk masjid sehabis makan bawang merah, bawang putih atau sesuatu yang berbau tak sedap.-- Zina.-- Liwath (homo sexual)-- Penolakan istri terhadap suami-- Permintaan agar di thalaq suami tanpa sebab yang dibolehkan oleh syara’.-- Dhihar, adalah perkataan yang tidak baik yang diucapkan suami kepada istrinya.-- Menggauli istri saat haidh.-- Menggauli istri lewat dubur.-- Tidak berbuat adil di antara para istri.-- Khalwat ( berduaan dengan wanita yang bukan mahrom)-- Jabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom.-- Wanita yang keluar rumah dengan parfum sehingga menggoda laki-laki.-- Wanita bepergian tanpa mahrom.-- memandang wanita dengan sengaja.-- Diyatsah (hilangnya rasa cemburu)-- Memalsukan nasab anak kapada selain ayahnya dan pengingkaran ayah terhadap anaknya sendiri.-- Makan uang riba-- Menyembunyikan aib barang.-- Bai’in Najisi (perdagangan benda najis), dan menaikkan tawaran harga barang tetapi ia tidak bermaksud menjualnya, hanya untuk menipu orang lain.-- Berjualan setelah adzan kedua pada hari Jumat.-- Judi dan sgala bentuk dan ragamnya.-- Mencuri.-- Memberi atau menerima suap.-- Merampas tanah milik orang lain.-- Meminta hadiah setelah menolong.-- Tidak memenuhi hak-hak pekerja.-- Tidak adil di antara anak-anak.-- Meminta-minta di saat berkecukupan.-- Berhutang dengan niat tidak membayar.-- Memakan harta haram.-- Minum arak meski hanya setetes.-- Menggunakan bejana dari emas atau perak-- Kesaksian palsu-- Mendengar dan menikmati musik.-- Ghibah atau menggunjing.-- Namimah (mengadu domba)-- Melongok rumah orang tanpa izin.-- Berbisik empat mata dan membiarkan orang ke tiga.-- Isbal, menurunkan atau memanjangkan pakaian di bawah mata kaki.-- Laki-laki memekai perhiasan emas.-- Mengenakan pakaian pendek, tipis dan ketat.-- Laki-laki atau wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut manusia atau rambut palsu lainnya.-- Laki-laki mmenyerupai wanita atau sebaliknya.-- Menyemir rambut dengan warna hitam.-- Menggambar makhluk yang bernyawa.-- Berdusta dalam soal mimpi.-- Memijakkan kaki, duduk dan buang air di atas kuburan.-- Tidak cebok setelah buang air kecil.-- Mendengarkan pembicaraan orang lain sedangkan mereka tidak menyukai.-- Jahat dalam bertetangga.-- Berwasiat yang membahayakan.-- Permainan dadu.-- Melaknat orang yang beriman dan melaknat orang yang tidak semestinya dilaknat.-- Meratapi jenazah secara berlebihan.-- Memukul muka orang dan menandai muka binatang.-- Memutuskan hubungan dengan saudara muslim lebih dari tiga hari.—

Sumber : Al-Haramain Islamic Foundation, Makasar Indonesia.

Amalan di bulan Ramadhan

Ramadhan punya makna tersendiri di hati umat Islam. Bulan ini adalah bulan rihlah ruhaniyah (wisata rohani). Umat Islam melepas belenggu materialisme dunia dengan menghidupkan dunia ruhiyah. Sebulan penuh umat Islam menjalani proses tadzkiyatun nafs (pembersihan jiwa). Sebulan penuh umat Islam melakukan riyadhatur ruhiyah (olah rohani).

Sebulan penuh umat Islam bagai ulat dalam kepompong Ramadhan. Diharapkan di akhir Ramadhan kondisi rohani mereka secantik kupu-kupu. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183]

Amal-amal apa saja yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhan agar kita bisa memperoleh derajat takwa?

1. Berpuasa (Shiyam)

Amal yang utama di bulan Ramadhan tentu saja berpuasa. Hal ini diperintahkan Allah swt. dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 183-187. Karena itu, agar puasa kita tidak sia-sia, perdalamlah wawasan kita tentang puasa yang benar dengan mengetahui dan menjaga rambu-rambunya. Sebab, puasa bukan sekadar tidak makan dan tidak minum. Tapi, ada rambu-rambu yang harus ditaati. Kata Rasulullah saw., “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yagn semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi)

Jangan pernah tidak berpuasa sehari pun tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Meninggalkan puasa tanpa uzur adalah dosa besar dan tidak bisa ditebus meskipun orang itu berpuasa sepanjang masa. “Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama hidup,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. At-Turmudzi)

Jauhi hal-hal yang dapat mengurangi dan menggugurkan nilai puasa Anda. Inti puasa adalah melatih kita menahan diri dari hal-hal yang tidak benar. Bila hal-hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka nilai puasa kita akan berkurang kadarnya. Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah (hakikat) puasa itu sekadar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan perbuatan sia-sia dan kata-kata bohong.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah saw. juga berkata, “Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktikkanya, maka tidak ada nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekadar meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Semua itu tidak akan bisa kita lakukan kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam melaksankannya. Dengan begitu, puasa yang kita lakukan menghasilkan ganjaran dari Allah berupa ampunNya. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

Salah satu bentuk kesungguhan dalam berpuasa adalah, melakukan makan sahur sebelum tiba waktu subuh. Rasulullah saw. menerangkan, “Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan Anda tinggalkan, meskipun hana dengan seteguk air. Alah dan para malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur.”

Selain sahur, menyegerakan berbuka ketika magrib tiba, juga bentuk kesungguhan kita dalam berpuasa. “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai olehNya ialah mereka yang menyegerakan berbuka puasa,” begitu kata Rasulullah saw. Rasulullah saw. memberi contoh bersegera berbuka puasa walaupun hanya dengan ruthab (kurma mengkal), tamar (kurma), atau seteguk air. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Selama berpuasa, jangan lupa berdoa. Doa yang banyak. Sebab, doa orang yang berpuasa mustajab. Ini kata Rasulullah saw., “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka.” (HR. Ahmad dan Turmudzi)

2. Membaca Al-Qur’an (Tilawah)

Al-Qur’an diturunkan perama kali di bulan Ramadhan. Maka tak heran jika Rasulullah saw. lebih sering dan lebih banyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dibandingkan di bulan-bulan lain. Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila datang Ramadhan, maka kegiatan utama kita selain berpuasa adalah membaca Al-Qur’an.” Bacalah dengan tajwid yang baik dan tadabburi, pahami, dan amalkan isinya. Insya Allah, kita akan menjadi insan yang berkah.

Buat target. Jika di bulan-bulan lain kita khatam membaca Al-Qur’an dalam sebulan, maka di bulan Ramadhan kita bisa memasang target dua kali khatam. Lebih baik lagi jika ditambah dengan menghafal satu juz atau surat tertentu. Ini bisa dijadikan program unggulan bersama keluarga.

3. Memberikan makanan (Ith’amu ath-tha’am)

Amal Ramadhan yang juga dianjurkan Rasulullah saw. adalah memberikan santapan berbuka puasa kepada orang-orang yang berpuasa. “Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. Turmudzi dan An-Nasa’i)

Sebenarnya memberi makan untuk orang berbuka hanyalah salah satu contoh bentuk kedermawanan yang ingin ditumbuhkan kepada kita. Masih banyak bentuk sedekah yang bisa kita lakukan jika kita punya kelebihan rezeki. Peduli dan sigap menolong orang lain adalah sifat yang ingin dilatih dari orang yang berpuasa.

4. Perhatikan kesehatan

Berpuasa adalah ibadah mahdhah. Tapi orang yang berpuasa juga sebenarnya adalah orang yang peduli dengan kesehatan. Makanya Rasulullah saw. berkata, “Berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat.” Tak heran jika selama berpuasa Rasulullah saw. tetap memperhatikan kesehatan giginya dengan bersiwak, berobat dengan berbekam, dan memperhatikan penampilan, termasuk tidak berwajah cemberut.

5. Jaga keharmonisan keluarga

Puasa adalah ibadah yang khusus untuk Allah swt. Tapi, punya efek yang luas. Termasuk dalam mengharmoniskan hubungan keluarga. Jadi, berpuasa bukan berarti menjauh dari istri karena taqarrub kepada Allah sepanjang malam. Bukan juga tiada hari tanpa i’tikaf. Rasulullah saw. berpuasa, tapi juga memenuhi hak-hak keluarganya.

Dalam praktik keseharian, hanya di bulan Ramadhan kita bisa makan bersama secara komplit sekeluarga, baik ketika berbuka atau sahur. Di bulan lain hal ini sulit dilakukan. Keharmonisan keluarga juga bisa kita dapatkan dari shalat berjamaah dan tadarrus bersama.

6. Berdakwah

Selama Ramadhan kita punya kesempatan berdakwah yang luas. Karena, siapapun di bulan itu kondisi ruhiyahnya sedang baik sehingga siap menerima nasihat. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan ini. Rasulullah saw. bersabda, barangsiapa menunjuki kebaikan, baginya pahala sebagaimana orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.

Jika mampu, jadilah pembicara di kultum ba’da sholat zhuhur, ashar, dan subuh di musholah atau masjid. Bisa juga menjadi penceramah di waktu tarawih. Jika tidak bisa berceramah, buat tulisan. Sebarkan ke orang-orang yang Anda temui. Jika tidak bisa, bisa mengambil artikel-artikel dari majalah, fotocopy, lalu sebarkan. Insya Allah, berkah.

Ini sebenarnya hanyalah langkah awal bagi kerja yang lebih serius lagi. Dengan melakukan hal-hal sederhana seperti di atas, sesungguhnya Anda sedang melatih diri untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang lain. Kata Rasulullah saw., mukmin yang baik adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

7. Shalat Tawawih (Qiyamul Ramadhan)

Ibadah sunnah yang khas di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih (qiyamul ramadhan). Rasulullah saw., karena khawatir akan dianggap menjadi shalat wajib, melaksanakan shalat tarawih berjamaah bersama para sahabat tidak sepanjang Ramadhan. Ada yang meriwayatkan hanya tiga hari. Saat itu Rasulullah saw. melakukannya secara berjamaah sebanyak 11 rakaat dengan bacaan surat-surat yang panjang. Tapi, di saat kekhawatiran akan diwajibakannya shalat tarawih sudah tidak ada lagi, Umar bi Khattab menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih adalah 21 atau 23 rakaat (HR. Abdur Razzaq dan baihaqi).

Ibnu hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’i berkata, “Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah rakaat shalat tarawih menyiratkan ragam shalat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan shalat 11 rakaat, kadang 21, dan terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing. Dahulu mereka shalat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka shalat 21 atau 23 rakaat, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah sehingga tidak membuat mereka sulit.”

Jadi, silakan Anda qiyamul ramadhan sesuai dengan kadar kemampuan dan antusiasme Anda.

8. I’tikaf

Inilah amaliyah ramadhan yang selalu dilakukan Rasulullah saw. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribada kepada Allah swt. Abu Sa’id Al-khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah beri’tikaf pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan, dan paling sering di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sayangnya, ibadah ini dianggap berat oleh kebanyakan orang Islam, jadi sedikit yang mengamalkannya. Hal ini dikomentari oleh Imam Az-Zuhri, “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan i’tikaf padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”

Mudah-mudahan Anda bukan dari golongan yang kebanyakan itu.

9. Lailatul Qadar

Ada bulan Ramadhan ada satu malam yang istimewa: lailatul qadar, malam yang penuh berkah. Malam itu nilainya sama dengan seribu bulan. Rasulullah saw. amat menjaga-jaga untuk bida meraih lailatul qadar. Maka, Beliau menyuruh kita mencarinya di malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Kenapa? Karena, “Barangsiapa yang shalat pada malam lailatul qadar berdasarkan iman dan ihtissab, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Begitu kata Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Bahkan, untuk mendapatkan malam penuh berkah itu, Rasulullah saw. mengajarkan kita sebuah doa, “Allahumma innaka ‘afuwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii.” Ya Allah, Engkaulah Pemilik Ampunan dan Engkaulah Maha Pemberi Ampun. Ampunilah aku.

10. Umrah

Jika Anda punya rezeki cukup, pergilah umrah di bulan Ramadhan. Karena, pahalanya akan berlipat-lipat. Rasulullah saw. berkata kepada Ummu Sinan, seorang wanita Anshar, agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara denagn haji bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari dan Muslim)

11. Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib dibayarkan sebelum hari Ramadhan berakhir oleh umat Islam, baik lelaki-perempuan, dewasa maupun anak-anak. Tujuannya untuk mensucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu fakir miskin.

12. Perbanyaklah Taubat

Selama bulan Ramadhan Allah swt. membukakan pintu ampunan bagi hamba-hambanya dan setiap malam bulan Ramadhan Allah membebaskan banyak hambaNya dari api neraka. Karena itu, bulan Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita untuk bertaubat kembali ke fitrah kita.

Ust. M. Bugi (artikel lain)

Teman Anda Juga Membaca: